Logo Design by FlamingText.com
Logo Design by FlamingText.com

Selasa, 22 Mei 2012

Karakteristik Kepribadian Guru

     BAB I

PENDAHULUAN
Pendidik adalah orang yang mentransfer pengetahuan, keterampilan atau pengalaman kepada orang lain. Dalam beberapa literature kependidikan pada umunya istilah pendidik sering diwakili oleh istilah guru. Guru lumrah dan biasa dipahami oleh masyarakat sebagai orang yang kerjanya mengajar atau memberikan pelajaran disekolah atau kelas. Pengertian tersebut tidak dipahami hanya sekadar orang yang berdiri, duduk didepan kelas untuk menyampaikan materi saja, akan tetapi lebih dari pada itu yakni selain mengajar mereka juga harus tekun, ulet dan sabar dalam mendidik peserta didik. Menurut S.Nasution tugas guru itu ada tiga bagian, yakni:
1. Sebagai orang yang mengkomunikasikan pengetahuan guru harus dituntut untuk mendalami pengetahuan yang diajarkan.
2. Sebagai model atau contoh guru harus menerapkan kaidah-kaidah sebagai seorang pendidik serta mempraktekkan dalam kehidupan sehari-hari atas apa yang diajarkan atau aplikasinya.
3. Guru harus disiplin, cermat berpikir, mencintai pelajaran serta idealis. Untuk itulah pada kesempatan ini kami akan membahas tentang kepribadian yang harus dimiliki oleh seorang guru sebagai seorang pendidik dan tauladan bagi peserta didiknya.
BAB II
     PEMBAHASAN
  1. Pengertian dan Komponen Kepribadian
Istilah kepribadian merupakan terjemahan dari Bahasa Inggirs “personality”. Sedangkan istilah personality secara etimologis berasal dari Bahasa latin “person” (kedok) dan “personare” (menembus). Personal biasanya dipakai oleh para pemain sandiwara pada zaman kuno untuk memerankan suatu bentuk tingkah laku dan karakter pribadi tertentu. Sedangkan yang dimaksud dengan personare adalah bahwa para pemain sandiwara itu dengan melalui kedoknya berusaha menembus keluar untuk mengekspresikan suatu bentuk gambaran manusia tertentu. Misalnya: seorang pendiam, pemurung, periang, peramah, pemarah dan sebagainya. Jadi, persona itu bukan pribadi pemain itu sendiri, tetapi gambaran pribadi dari tipe manusia tertentu dengan melalui kedok yang dipakainya.1

Menurut teori kepribadian Rosanoff, kepribadian memiliki enam komponen, yang lebih banyak bertolak dari keragaman abnormal, yaitu:
  1. Schizoid Autistik, mempunyai tendensi tak konsisten, berpikirnya lebih mengarah pada khayalan.
  2. Schizoid Paranoid, mempunyai tendensi tak konsisten, dengan angan bahwa dirinya penting.
  3. Cycloid Manik, emosinya tidak stabil dengan semangat berkobar.
  4. Cycloid Depress, emosinya tak stabil dengan retardasi dan pesimisme.
  5. Hysteroid, ketunaan watak berbatasan dengan tendensi kriminal.
  6. Epileptoid, dengan antusiasme dan aspirasi yang bergerak terus.2
  1. Teori-teori kepribadian
  1. Psikoanalisis Teori Sigmund Freud
Teori kepribadian Freud dapat diikhtisarkan dalam rangka struktur, dinamika dan perkebangan kepribadian.
  1. Struktur kepribadian
Menurut Freud, kepribadian itu terdiri atas 3 sistem atau aspek, yaitu :
  1. Das Es (the id), yaitu Aspek Biologis
  2. Das Ich ( the ego), yaitu Aspek Psikologis
  3. Das Ueber Ich (the super ego), yaitu Aspek Sosiologis
  1. Dinamika kepribadian
Freud beranggapan bahwa dinamika kepribadian ini dimungkinkan oleh adanya energi yang ada didalam kepribadian itu. Energi ini dinamakan energi psikis, diasalkan dari energi fisiologis yang bersumber dari makanan. Energi psikis ini disimpan dalam instink-instink.
Menurut Freud di dalam tubuh kita ini ada 2 kelompok instink-instink, yaitu:
  1. Instink-instink hidup
Fungsi isntink-instink hidup adalah melayani maksud individu untuk tetap hidup dan memperpanjang ras. Seperti instink-instink makan, minum dan seksual.
  1. Instink-instink mati
Instink-instink mati ini, yang disebut juga instink-instink merusak (Destruktif). Tidak dapat diingkari bahwa manusia itu akhirnya akan mati. Inilah yang menyebabkan Freud merumuskan, bahwa “tujuan semua hidup adalah mati”.
  1. Perkembangan kepribadian
Secara sedehananya dapat dikatakan bahwa perkembangan kepribdian adalah belajar mempergunakan cara-cara baru dalam mereduksikan tegangan, yang timbul karena individu menghadapi berbagai hal yang dapat menjadi sumber tegangan, yang timbul karena individu menghadapi berbagai hal yang dapat menjadi sumber tegangan (tension). Adapun sumber tegangan yang pokok adalah proses pertumbuhan fisiologis, frustasi, konflik dan ancaman.
Karena orang menghadapi salah satu atau lebih sumber tegangan itu, maka timbulah rasa tidak enak, tidak nyaman di dalam dirinya, jadi timbulah tegangan.
Adapun cara yang paling pokok yang dipergunakan individu untuk mereduksikan tegangan itu ialah identifikasi dan pemindahan objek. Identifikasi disini diartikan sebagai metode atau cara yang dipergunakan oleh individu untuk menghadapi orang lain dan membuatnya menjadi bagian daripada kepribadiannya.
  1. Psikologi Analitis Teori Carl Gustav Jung
Jung mula-mula adalah murid Freud dan bekerja sama dengan Freud, tetapi karena perbedaaan-perbedaan pendirian, akhirnya memisahkan diri dan mendirikan aliran sendiri yang diberi nama Psikologis analitis. Dia tidak berbicara tentang kepribadaian, tetapi berbicara tentang psike. Adapun yang dimaksud psike oleh Jung adalah segala perisiwa psikis, baik yang disadari maupun tidak disadari. Jadi psike dapat kita artikan sebagai kepribadian Menurut Jung kepribadian ini ada 2 alam:
  1. Alam sadar (kesadaran), yang berfungsi mengadakan penyesuaian terhadap dunia luar.
  2. Alam tidak sadar (ketidak sadaran), yang berfungsi mengadakan penyesuaian terhadap dunia dalam yaitu dunia batin sendiri.
  1. Individual psychology Teori Alfred Adler
Seperti Jung, Adler mula-mula murid Freud, tetapi karena perbedaan pendapat memisahkan diri dan mendirikan aliran sendiri. Teori Adler ini dapat kita pahami lewat pengertian-pengertian pokok yang digunakan untuk membahas tentang kepribadian. Adapun pengertian-pengertian pokok tersebut adalah seperti dibawah ini:
  1. Individualitas sebagai pokok persoalan
Adler memberi tekanan kepada pentingnya sifat khas (unik) daripada kepribadian, yaitu individualitas, kebutuhan serta sifat-sifat khas pribadi manusia.
  1. Pengertian teologis
Adler berpendapat bahwa manusia lebih didorong oleh harapan-harpannya mengenai masa depan daripada pengalaman-pengalamannya dimasa lampau.
  1. Dua dorongan pokok
Di dalam diri manusia terdapat dua macam dorongan pokok yang mendorong dan melatarbelakangi segala tingkah lakunnya, yaitu:
  1. Dorongan kemasyarakatan, yaitu doronagn yang mendorong manusia untuk bertindak yang mengabdi kepada masyarakat.
  2. Dorongan keakuan, yaitu dorongan yang mendorong manusia untuk bertindak yang mengabdi kepada aku sendiri.
  1. Rasa rendah diri dan kompensasi
Apabila orang gagal dalam mengajar suatu maksud atau memiliki jasmani yang kurang sempurna, maka timbulah perasaan yang tidak enak pada dirinya, karena dirinya merasa tidak atau kurang berharga untuk dapat mencapai tujuan itu atau untuk dibandingkan dengan sesamannya. Perasaan yang demikan itu secara teknis disebut rasa rendah diri ( the feeling of inferiority) orang yang mendapat pengalaman-pengalaman demikan itu yaitu yang mengalami rasa rendah diri tidak akan tinggal diam. Dia akan berusaha meniadakan perasaan tersebut, dengan menebus atau mencari pemulih yang disebut kompensasi. 3
  1. Karakteristik kepribadian guru
Menurut tinjauan psikolgi, kepribadian pada prinsipnya adalah susunan atau kesatuan aspek prilaku mental (pikiran, perasaan, dan sebagainya) dengan aspek perilaku Bihavioral (perbuatan nyata). Aspek-sapek ini berkaitan secara fungsional dalam diri seorang individu, sehingga membuatnya bertingkah laku secara khas dan tetap ( Reber 1988).
Kepribadian adalah factor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan seorang guru sebagai pengembang sumber daya manusia. Mengapa demikian? Alasannya disamping ia berperan sebagai pembimbing dan pembantu, seperti yang telah penyusun kemukakan, guru juga berperan sebagai anutan.
Karakteristik kepribadian yang berkaitan dengan keberhasilan guru dalam menggeluti profesinya meliputi: 1). Fleksibilitas kognitif 2). Keterbukaan Psikologis.
  1. Fleksibiltas kognitif guru
Fleksibilitas kognitif (keluwesan tanah cipta) merupakan kemampuan berpikir yang diikuti dengan tindakan yang memadai didalam situasi tertentu. Kebalikannya Frigiditas kognitif atau kekakuan ranah ciptanya ditandai dengan kekurang mampuan berpikir dan bertindak yang sesuai dengan situasi yang sedang dihadapi.
Guru yang fleksibel pada umumnya ditandai dengan keterbukaan berpikir dan beradaptasi. Selain itu, ia juga memiliki resistensi (daya tahan) terhadap ketertutupan ranah cipta yang premature (terlampau dini) dalam pengamatan dan pengenalan. Ketika mengamati dan mengenali suatu objek atau situasi tertentu, seorang guru yang fleksibel selalu berfikir kritis. Berfikir kritis adalah berpikir dengan penuh pertimbangan akal sehat yang dipusatkan pada penambilan keputusan untuk mengingkari atau mempercayai sesuatu dan melakukan atau menghindari sesuatu ( Heger dan Kaye 1990).
  1. Keterbukaan psikolgis pribadi guru
Hal lain yang juga menjadi faktor yang turut menentukan keberhasilan tugas seorang guru adalah keterbukaan psikologis guru itu sendiri. Keterbukaan ini merupakan dasar kompetensi professional (kemampuan dan kewenangan melaksanakan tugas) keguruan yang dimiliki oleh setiap guru.
Guru yang terbuka secara pskologis biasannya ditandai dengan kesediaannya yang relative tinggi untuk mengkomunikasikan dirinya dengan faktor-faktor ekstern antara lain siswa, teman sejawat, dan lingkungan pendidikan tempatnya bekerja. Ia mau menerima kritik dengan ikhlas. Disamping itu ia juga memiliki empati, yakni respon afektif terhadap pengalaman emosional dan perasaan tertentu orang lain (Reber 1988).
  1. Kompetensi profesionalisme gurua
Pengertian dasar kompetensi adalah kemampuan atau kecakapan. Disamping berarti kemampuan, kompetensi juga berarti: the state of being legally competent or qualified (McLeod, 1989), yakni keadaan berwenang atau memenuhi syarat menurut ketentuan hukum. Adapun kompetensi guru menurut (Barlow 1985), ialah the ability of a teacher to responsibly perform his or her duties appropriately. Artinya kompetensi guru merupakan kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya sacara bertanggung jawab dan layak. Jadi, kompetensi profesionalisme guru dapat diartikan sebagai kemampuan dan kewenangan guru dalam menjalankan profesi keguruannya.4
Untuk menjadi guru yang profesional seorang guru harus menguasai betul seluk beluk pendidikan dan berbagai ilmu pengetahuan lainnya yang perlu dibina dan dikembangkan melalui pendidikan tertentu. Disamping juga harus menampakkan sikap yang baik dan juga menjadi teladan yang baik bagi siswa seperti yang dijelaskan oleh Soetjipto dan kasasi yang menyatakan bahwa “guru sebagai pendidik yang profesional mempunyai citra yang baik dimasyarakat apabila dapat diwujudkan pada masyarakat bahwa ia layak sebagai teladan bagi masyarakat disekelilingnya. Mengingat peran guru yang begitu besar, yaitu untuk mencetak orang-orang yang benar-benar berkualitas tinggi serta memiliki kesadaran dalam menunaikan tugasnya sehingga hasilnya sesuai harapan dengan tujuan yang diharapkan dengan tujuan diinginkan.5
BAB III
KESIMPULAN
Kepribadian guru dapat mempengaruhi suasana kelas atau sekolah baik kebebasan yang dinikmati anak dalam mengeluarkan buah pikiran, dan mengembangkan kreatifitasnya ataupun pengekangan dan keterbatasan yang dialami dalam pengembangan pribadinya. Karenanya guru harus selalu berusaha memilih dan melakukan perbuatan yang positif agar dapat mengangkat citra baik dan kewibawaannya, terutama di depan murid-muridnya. Disamping itu guru juga harus mengimplementasikan nilai-nilai tinggi terutama yang diambilkan dari ajaran agama.
                                          DAFTAR PUSTAKA
Baharuddin. 2009.PENDIDIKAN PSIKOLOGI PERKEMBANGAN.Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
Suryabrata, Sumadi. 2002. PSIKOLOGI PENDIDIKAN. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada
Syah, Muhibbin. 2011 PSIKOLOGI PENDIDIKAN. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya
3 Sumasi Suryabrata, PSIKOLOGI PENDIDIKAN, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), Hal 102-116
4 Muhibin Syah,Psikologi pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), Hal 224-229
5 Baharudin, Pendidikan dan psikologi perkembangan, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2009), Hal 198-199

Tidak ada komentar:

Posting Komentar