Logo Design by FlamingText.com
Logo Design by FlamingText.com

Selasa, 22 Mei 2012

ulumul Hadis

KEHUJJAHAN HADIS MURSAL
BAB I
                                                PENDAHULUAN
Dari segi bahasa mursal berasal dari kata arsala-yursilu-irsalan-mursalundengan makna mutlaqun= terlepas atau bebas tanpa ada ikatan. Hadis dinamakan mursal karena sanadnya ada yang terlepas atau gugur yakni dikalangan sahabat atau tabi’in.Dalam istilah ada beberapa pendapat tentang pengertian hadis mursal ini,
BAB II
                                                   PEMBAHASAN 
      A.Hadis Mursal
            Dari segi bahasa mursal berasal dari kata arsala-yursilu-irsalan-mursalundengan makna mutlaqun= terlepas atau bebas tanpa ada ikatan. Hadis dinamakan mursal karena sanadnya ada yang terlepas atau gugur yakni dikalangan sahabat atau tabi’in.Dalam istilah ada beberapa pendapat tentang pengertian hadis mursal ini, yaitu sebagai berikut.
1)   Pendapat mayoritas muhadditsindi antaranya Al-Hakim, Ibnu As-shalah, Ibnu Hajar dan lain-lain. Hadis mursal adalah periwayatan tabi’in secara mutlak (baik senior atau yunior) dari nabi.
2)   Pendapat fuqoha,usshuliyun dan segolongan dari muhaditsin di antaranya Al-Khathib Al-Baghdadi, Abu Al-Hasan bin Al-Qhathan, dan Annawawi.hadis mursal adalah hadis yang terputus isnadnya dimana saja dari sanad.
3)   Pendapat Baiquny. Hadis mursal adalah hadis yang gugur dari sanadnyaseorang sahabat.
4)   Sebagian ahli ilmu berpendapat.hadis mursal adalah periwyatan tabi’in senior dari nabi.
5)   Menurut sebagian ulama muhaditsin. Hadis mursal adalah hadis yang gugur dari akhir sanadnya orang setelah tabi’in atau sahabat.
Dari beberapa definisi di atas dpat dikompromikan bahwa hadis mursal adalah hadis yang diriwayatkan oleh tabi’in dari nabi baik dari perkataan, perbuatan, atau persetujuan , baik tabi’in senior atau yunior tanpa menyebutkan penghubung antara seorang tabi’in dan nabi yaitu seorng sahabat. Sebagian pendapat menegaskan, periwayatan tabi’in senior saja bukan tabi’in yunior, karena mayorits periwayatan tabi’in senior dari sahabat, sedngkan periwayatan tabi’in yunior dari nabi dimasukan munqhati’.Brbeda dengan pendapat fuqoha dan ushuliyyun yang memandang mursal lebih umum di mana saja penggugurannya. Misalnya seorag tabi’in mengatakan, bahwa nabi bersabda begini…. Atau berbuat begini….dan seterusnya.Periwayatan seperti ini disebut mursal tabi’in.[1]
Definisinya yang terkenal ialah: Hadis yang perawinya adalah sahabat yang digugurkan (tidak disebut namanya), seperti perkataan Nafi: “Rasulullah saw bersabda demikian, atau berbuat demikian, atau dikerjakan dihadapan beliau demikian” dan yang serupa. Dengan demikian, hadis mursal adalah hadis yang mutlak marfu’ tabi’i, besar atau kecil, dan disandarkan langsung kepada nabi saw. sebab kedlaifannya karena tidak adanya kesinambungan dalam sanad. Disebut mursal, karena perawinya melepas hadis begitu saja, tanpa mengikatnya dengan sahabat yang menerimanya dari Rasulullah saw.
Daripada itu, mayoritas ulama berhujjah dengan hadis-hadis mursal sahabat.Mereka tidak menganggap hadis-hadis tersebut dhaif. Karena, sahabat yang meriwayatkan hadis, yang mungkin tidak didengarnya sendiri dari Rasulullah saw, biasanya diriwayatkan dari sahabat lain yang benar-benar menerimanya dari nabi. Dengan demikian, gugurnya sahabat lain dari sanad tidaklah berpengaruh apa-apa. Sebagaimana hadis juga tidak menjadi dhaif  kalau perawinya tidak diketahui keadaannya. Kemuliaan persahabatannya dengan nabi, cukup menjamin keadilannya.
As-Syuyuti berkata dalam At-Tadrib.Dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim terdapat banyak hadis mursal sahabat.Karena kebanyakan riwayatnya bersumber pada sahabat.Mereka semuanya dikenal adil.Riwayatnya dari selain mereka (selain sahabat) adalah langka.Kalaupun mereka meriwayatkan dari selain sahabat, mereka tentu menjelaskannya.Justru kebanyakan hadis yang mereka riwayatkan dari tabi’in bukan hadis marfu’, melainkan dongeng-dongeng Israiliyat atau kisah-kisah atau hadis-hadis mauquf.
Sulit mengingkari mursal sahabat. Kebanyakan riwayat yang bersumber dari Ibnu Abbas adalah mursal, karena usianya masih sangat muda pada masa hidup Rasulullah saw, usianya tidak lebih dari 13 tahun ketika Rasulullah wafat.[2]
B. Contoh Hadis Mursal
      Misalnya : Ibnu Sa’ad berkata dalam Thabaqt-nya : memberitakan kepada kami waki’ bin Al-Jarrah, memberitakan kepada kami Al-A’masyhi dari Abu Shalih berkata : Rasulullah Saw bersabda :”wahai manusia sesungguhnya Aku sebagai Rahmat yang dihadiahkan.”
      Abu Shalih As-Salman Az-zayyat seorang tabi’in, Dia menyandarkan berita hadis tersebut dari nabi tanpa menjelaskan perantara sahabat yang menghubungkannya kepada Rasulallah Saw.[3]
C. Macam-macam Hadis Mursal
            Ada tiga macam hadis yaitu sebagai berikut :
1)      Mursal tabi’i
Mursal tabi’I sebagaiamana keterangan di atas.
2)      Mursal Shahabi
Mursal Shahabi, yaitu periwayatan diantara sahabat yunior dari nabi Saw padahal mereka tidak melihat dan tidak mendengar langsung dari beliau. Hal ini terjadi karena usianya yang masih kecil seperti Ibnu Abbas, Ibnu Zubair, dan lain-lain atau masuk  islam belakangan seperti Abu Hurairah yang terbanyak meriwayatkan hadis dan dituduh oleh orientalis sebagai pembohong hadis atau karena absen di majlis nabi Saw. Mereka hanya menukil dari sahabat senior, tetapi mereka mengatakan nabi Saw bersabda…. Atau berbuat begini….dan seterusnya.Periwayatan yang seperti ini dinamakan mursal Shahabi.
3)      Mursal Khafi
Mursal Khafi adalah gugurnya perawi dimana saja tempat dari sanad diantara dua orang perawi yang semasa tetapi tidak bertemu.
Contoh, hadis yang diriwayatkan oleh Al-Awam bin Hausyab dari Abdullah bun Abu Aufa berkata :” Adalah nabi saw ketika bilal membaca : telah berdiri shalat iqomat maka beliau bergerak dan takbir”.
         Al-Awwam bin Hausyab tidak pernah bertemu dengan Abdullah bin Abu Aufa pdahal mereka hidup semasa. Untuk mengetahui mursal Khafiini melalui keterangan sebagian imam bahwa seorang perawi ini tidak pernah bertemu dengn pembawa berita itu atau tidak pernah mendengar secara mutlak atau pengakuan perawi sendiri bahwaiatidak pernah bertemu atau medengar dari pembawa berita. Atau dengan jalan sanad lain yang menambah antara dua orang yakni antar perawi dan pemberitanya.
D. Kehujahan Hadis Mursal
            Hadis Mursal semestinya masuk dalam hadis dha’if yang mardud, karena ia tidak memenuhi persyaratan hadis Maqbul yaitu ittihsal As-Sanad (persambungan sanad), dan tidak dikethui sifat-sifst perawinya. Secara umum terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang penghujahan mursal tabi’I ini, yaitu ada tiga pendapat :
(1)   Hukumnya Shahih dan dapat dijadikan hujjah, jika yang memursalkannya dapat dipercaya keadilan dan kedlabitannya ( Tsiqah ). Dengan alas an orang Tsiqah tidak mungkin memursalkan hadis kecuali dari orang tsiqah pula. Pendapat pertama ini, pendapat Imam Abu Hanifah, Malik, Ahmad.
(2)   Dhaif tidak dapat dijadikan hujjah, dengan alas an sifat-sift perawi yang digugurkan tidak diketahui secara jelas, maka mungkin saja selain sahabat, pendapat mayoritas Muhadditsin dan banyak dikalangan Fuqaha dan Ushuliyyin. Diantara mereka Muslim bin Al-Hajjaj, Abu Hatim, Al-Hakim, Ibnu As-Shalah, An-Nawawi dan Ibnu Hajar.
(3)   Dapat diterima dijdikan hujjah, dengan beberapa syarat menurut Imam As-Syafi’I dan sebagian ahli ilmu. Syaratnya ada empat, yang tiga brkaitan dengan periwayatan yang memursalkan hadis dan yang satu berkaitan dengan hadisnya, yaitu :
a)         Perawi yang memursalkan hadits seorang tabi’in senior (kibar at-tabi’in).
b)        Perawi tsiqah.
c)         Tidak menyalahi para huffazh yang amanah.
d)        Syaratsyarat di atas di tambah salah satu dari empat syarat berikut:
1. Hadisnya di riwayatkan melalui jalan (sanad) lain.
2. Ada periwayatan lain secara mursal juga oleh ahli ilmu yang            bukan pemursal pertama.
3. Sesuai dengan perkataan sahabat.
4. Atau sesuai dengan fatwa mayoritas ahli ilmu.[4]
Sedangkn kehujjahan mursal shahabi ada dua pendapat dikalamngan para ulama, yaitu sebagai berikut:
1. Pendapat jumhur muhadditsin: mursal shahabi shahih dapat dijadikan hujjah, karena para sahabat semua bersifat adil dan periwayatan sahabat sangat langka dari tabi’in. jika mereka meriwayatkan dari mereka tentu menjelaskannya. Jika tidak menjelaskannya, pada dasarnya mereka mendengar dari sahabat lain, membuang nama sahabat tidak membahayakan.
2. Pendapat segolongan ushuliyyin, diantara mereka Abu Ishaq Al-Isfarayini: tidak dapat dijadikan hujjah, kecuali dapat dikatakan bahwa hadits tersebut hanya diriwayatkan dari sahabat.
Kehujjahan mursal khafi, tergolong mardud dan dha’if karena tidak adanya persambungan sanad atau diantara periwayat tidak bertemu langsung dengan si pembawa berita (ghayr ittishal as-sanad).
E. Perselisihan Ulama Tentang Berhujjah Dengan Hadis Mursal
Mengenai kehujjahan hadis mursal, diperselisihkan para ulama.Setengah ulama hadis menolaknya dan memandangnya hadis dhaif, yang tidak dapat dijadikan hujjah dalam beramal.
Sebab ditolak hadis mursal, ialah karena tidak diketahui keadaan orang yang tidak disebut namanya itu. Apabila hadis yang diriwayatkan oleh orang majhul (tidak diketahui keadaannya) ditolak, tentu hadis yang tidak diketahui sama sekali orangnya lebih-lebih lagi ditolak. Akan tetapi, pendapat ini sebenarnya bukan pendapat yang terkenal dalam kalangan fuqaha.Yang terkenal dalam kalangan fuqaha, menerima hadis-hadis mursal.Sebagiannya, menerima dengan menjadikannya setingkat dengan hadis mursal. Abu Hanifah r.a. menerima hadis mursal, kalau yang mengirsalkan itu shahaby atau tabi’i. yakni tabi’I tidak menyebut nama shahaby yang memberikan hadis kepadanya, atau tidak disebut nama tabi’I oleh tabi’it. Irsal yang sesudah tabi’it itulah yang ditolak. Demikianlah tersebut dalam kitab-kitab ulama-ulama hanafiyah.
Malik Ibn Annas r.a. menerima segala hadis mursal. Beliau meletakkan fatwanya atas dasar hadis mursal, padahal beliau seorang yang keras sekali sikapnya dalam menerima hadis.Beliau menerima hadis mursal yang di beritakan oleh orang kepercayaan, sebagaimana beliau terima segala berita yang di sampaikan kepadanya oleh orang0orang kepercayaan.
Abu Hanifah dan Malik menerima hadis mursal, tidak dapat dipandang bahwa beliau-beliau itu bermudah-mudah saja dalam urusan menerima hadis.Beliau-beliau menerima hadis mursal yang diriwayatkan hanya orang-orang kepercayaan saja.
Kata Al-Hasan Al-Bishry, “kalau hadis yang ku terima itu diriwayatkan oleh empat orang sahabat, aku terus menerangkan sabda nabi, dengan tidak menerangkan nama-nama sahabat itu. Maka kalau aku mengatakan, “diriwayatkan padaku oleh si fulan, berartilah bahwa hadis itu aku terima dari seorang saja.Kalau aku terima dari berpuluh-puluh orang aku terus mengatakan, bersabda Rasulullah SAW”.
Menurut pemeriksaan, riwayat hadis secara irsal ini, berkembang dalam kalangan tabi’in dan tabi’it sebelim timbul banyak pemalsuan hadis.Untuk menghambat timbul penyakit pemalsuan hadis, barualah para ulama memerlukan benar sanad-sanad itu. Ini di buktikan oleh perkataan Ibnu Sirien, ujarnya “kami tidak mengisnadkan hadis, sebelum timbul fitnah pemalsuan hadis”.
Ringkasnya, Abu Hanifah dan Malik memandang hadis mursal sama dengan derajat hadis ahad yang muttashil, apabila yang mengirsalkan itu kepercayaan.
Asy-Syafi’I tidak menempatkan hadis mursal dalam menempatkan hadis mursal dan tidak menerimanya, melainkan dengan adanya beberapa syarat, yaitu:
a) Mengenai orang yang mengirsalkan hadis.
b) Mengenai hadis yang diirsalkan itu.
Ahmad memandang, bahwa hadis-hadis mursal, dhaif.Lantaran itu, Ahmad mendahulukan fatwa shahaby atas hadis mursal padahal Ahmad, sekali-kali tidak mau mendahulukan fatwa shahaby ats sesuatu hadis shahih.Tegasnya, Ahmad mengikuti pendirian para muhadditsin dalam memandang dhaif hadis mursal.Hanya di ketika terpaksa saja, yakni di ketika tidak diperoleh sesuatu hujjah yang perlu dipegang untuk menetapkan hukum, barulah beliau berpegang pada hadis mursal ini.[5]
                                                    BAB III
                                                   PENUTUP
            Hadis Mursal semestinya masuk dalam hadis dha’if yang mardud, karena ia tidak memenuhi persyaratan hadis Maqbul yaitu ittihsal As-Sanad (persambungan sanad), dan tidak dikethui sifat-sifst perawinya. Secara umum terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang penghujahan mursal tabi’I ini
1)      Hukumnya Shahih dan dapat dijadikan hujjah, jika yang memursalkannya dapat dipercaya keadilan dan kedlabitannya ( Tsiqah ). Dengan alas an orang Tsiqah tidak mungkin memursalkan hadis kecuali dari orang tsiqah pula. Pendapat pertama ini, pendapat Imam Abu Hanifah, Malik, Ahmad.
2)      Dhaif tidak dapat dijadikan hujjah, dengan alas an sifat-sift perawi yang digugurkan tidak diketahui secara jelas, maka mungkin saja selain sahabat, pendapat mayoritas Muhadditsin dan banyak dikalangan Fuqaha dan Ushuliyyin. Diantara mereka Muslim bin Al-Hajjaj, Abu Hatim, Al-Hakim, Ibnu As-Shalah, An-Nawawi dan Ibnu Hajar.
3)      Dapat diterima dijdikan hujjah, dengan beberapa syarat menurut Imam As-Syafi’I dan sebagian ahli ilmu
                                              DAFTAR PUSTAKA
Khon, Abdul Majid. 2009. Ulumul Hadis. Jakarta:Sinar Grafika.
Sahrani, Sohari. 2010. Ulumul Hadis. Bogor:Ghalia Indonesia.
Ash-Shalih, Subhi. 2009.Membahas Ilmu-ilmu Hadis. Jakarta:Pustaka Firdaus.
Ash Shiddieqy, Teuku Muhammad Hasbi. 1999. Ilmu Hadis. Semarang:PT Pustaka Rizki Putra.
                                                      


[1] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis,(Jakarta:Sinar Grafika,2009),hal 169-170
[2] Subhi As-Shalih, Membahas Ilmu-ilmu Hadis, (Jakarta:Pustaka Firdaus,2009),hal 158-159.
[3] Abdul Majid Khon, op. cit., hal 170-171.
[4] Sohari Sahrani, Ulumul Hadis, (Bogor:Galia Indonesia,2010).
[5] Muhammad Hasbi Ash- Shiddieqy, Ilmu Hadis, (Semarang:PT Pustaka Riski Putra,1999), hal 184-187.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar