Logo Design by FlamingText.com
Logo Design by FlamingText.com

Rabu, 23 Mei 2012

Ilmu pendidikan





MAKALAH
PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
DI INDONESIA

Disusun guna memenuhi tugas :
Mata Kuliah : Ilmu Pendidikan
Dosen Pengampu : Turno, M.Pd






Disusun oleh :
Nur Sofiyanto 2021 111 190
Kelas G


JURUSAN TARBIYAH/PAI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PEKALONGAN
2012




BAB I
PENDAHULUAN


Pendidikan multikultular (multicultural education) sesungguhnya bukanlah pendidikan khas Indonesia tetapi merupakan pendidikan khas barat : Canada, Amerika, Germany, dan england yang mempunyai hal tersebut adalah pendidikan yang memperhatikan secara sungguh-sungguh latar belakang peserta didik baik dalam keragaman suku, ras, agama, ataupun budayanya.
Dalam konteks Indonesia, pendidikan multikultural menjadi suatu keniscayaan karena kondisi sosial budaya bangsa dan negara Indonesia yang sangat beragam, sekitar 200 juta penduduk yang tersebar kurang lebih dari 13.000 pulau.
Dari wilayah Indonesia tersusun atas 33 provinsi, 440 kabupaten/kota, 5.263 kecamatan, 62.806 desa, terdapat puluhan suku bangsa dengan adat istiadat yang berbeda, dan lebih dari 660 bahasa daerah yang digunakan oleh penduduk Indonesia, sejumlah 293.419 satuan pendidik (SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA) di Indonesia tersebar di berbagai wilayah, total 51,3 juta siswa dan 3,31 guru.




BAB II
PEMBAHASAN


  1. Pengertian Pendidikan Multikultural
Pengertian pendidikan multikultural menurut pendapat para ahli :
  1. Anderson and Cusher (1994; 320), bahwa pendidikan multikultural dapat diartikan sebagai pendidikan mengenai keragaman kebudayaan.
  2. James Banks (1993; 3) mendefinisikan pendidikan multikultural sebagai pendidikan untuk people of color, yang memiliki dimensi berbeda namun saling berkaitan yaitu :
  1. Content Intregation
  2. The Knowledge Construction Process
  3. An Equity Paedagogy
  4. Prejudice Reduction
  1. Muhaemin el Ma’hady berpendapat bahwa secara sederhana pendidikan multikultural didefinisikan sebagai pendidikan tentang keragaman kebudayaan dalam merespon perubahan demografis dan kultural lingkungan masyarakat tertentu atau bahkan dunia secara global.1
  1. Paradigma Pendidikan Multikultural
Dalam buku paradigma pendidikan universal (Yogyakarta : Ircicod, 2004), Ali Maksum menggambarkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang masyarakatnya sangat majemuk dan pluralis. Kemajemukan bangsa Indonesia dapat dilihat dari dua perspektif : yaitu horizontal dan vertikal. Dalam perspektif horizontal kemajemukan bangsa kita dapat dilihat dari perbedaan agama, etnis, bahasa daerah, geografis, pakaian, makanan, dan budayanya. Sementara, dalam perspektif vertikal kemajemukan bangsa kita dapat dilihat dari perbedaan tingkat pendidikan, ekonomi, pemukiman, pekerjaan, dan tingkat sosial budaya.
Pada satu sisi, kemajemukan masyarakat memberikan side effect (dampak) secara positif, tetapi juga bisa memunculkan dampak negatif juga, karena faktor kemajemukan itulah justru terkadang sering menimbulkan konflik antar kelompok masyarakat. Pada akhirnya itu dapat melahirkan distabilitas keamanan, sosio-ekonomi, social disharmony.2
  1. Pendekatan serta Urgensi Pendidikan Multikultural
Melihat keadaan tatanan masyarakat yang masih penuh diskriminasi dan bersifat rasis dalam keberagamaan bangsa Indonesia, pendidikan multikultural mempunyai beberapa pendekatan-pendekatan dalam pendidikan tersebut; meliputi :
  1. Pengajaran yang diberikan kepada mereka yang berbeda secara kultural dilakukan dengan menitik beratkan agar dikalangan mereka terjadi perubahan budaya.
  2. Memperhatikan pentingnya hubungan manusia dengan mengarahkan siswa memiliki perasaan positif, mengembangkan konsep diri, mengembangkan toleransi, dan mau menerima orang lain.
  3. Menciptakan arena belajar dalam satu kelompok budaya.
  4. Pendidikan multikultural dilakukan sebagai upaya mendorong persamaan struktural sosial dan pluralisme budaya dengan pemerataan kekuasaan antar kelompok.
  5. Pendidikan multikultural sekaligus sebagai upaya rekontruksi sosial agar terjadi persamaan struktur sosial dan pluralisme kultural dengan tujuan menyiapkan agar setiap warga negara Indonesia aktif mengusahakan persamaan struktur sosial.3


Rasional tentang pentingnya pembelajaran/pendidikan multikultural, karena strategi pendidikan ini dipandang memiliki keutamaan-keutamaan, terutama dalam :
  1. Memberikan terobosan baru pembelajaran yang mampu meningkatkan empati dan mengurangi prasangka siswa atau mahasiswa sehingga tercipta manusia (warga negara) antarbudaya yang mampu menyelesaikan konflik dengan tanpa kekerasan (nonviolent)
  2. Menerapkan pendekatan dan strategi pembelajaran yang potensial dalam mengedepankan proses interaksi sosial dan memiliki kandungan afeksi yang kuat.
  3. Model pembelajaran multikultural membantu guru dalam mengelola proses pembelajaran menjadi lebih efisien dan efektif, terutama memberikan kemampuan peserta didik dalam membangun kolaboratif dan memiliki komitmen nilai yang tinggi dalam kehidupan masyarakat yang serba majemuk.
  4. Memberikan kontribusi bagi bangsa Indonesia dalam penyelesaian dan mengelola konflik yang bernuansa SARA yang timbul di masyarakat dengan cara meningkatkan empati dan mengurangi prasangka.
Melalui pembelajaran yang berbasis kultural, sikap dan mindset (pemikiran) siswa akan lebih terbuka untuk memahami dan menghargai keberagaman. Hal ini penting sebab dapat menghapus diskriminasi.4
  1. Beberapa Keuntungan Pendidikan Multikultural dan Tantangan-tanganan Melaksanakannya
Pendidikan multikultural merupakan sebuah proses dimana seseorang mengembangkan kompetensi dalam beberapa sistem standard untuk mempersepsi, meyakini, dan melakukan tindakan. Beberapa keuntungan dengan pendekatan pendidikan multikultural adalah :
Pertama, kita tidak lagi terbatas dengan pandangan yang menyamakan pendidikan (education) dengan persekolahan (schooling) atau pendidikan multikultural dengan program-program sekolah formal. Pandangan yang lebih luas mengenai pendidikan sebagai transmisi kebudayaan akan membebaskan pendidikan dari asumsi mereka bahwa tanggungjawab primer mengembangkan kompetensi kebudayaan dikalangan anak didik semata-mata berada ditangan mereka, melainkan tanggungjawab semua pihak karena program-program sekolah seharusnya terkait dengan pembelajaran informasi dari luar sekolah.
Kedua, kita tidak lagi terbatas pada pandangan yang menyamakan kebudayaan dengan kelompok etnik. Artinya kita tidak perlu mengasosiasikan kebudayaan semata-mata dengan kelompok-kelompok etnik. Secara tradisional, para pendidik mengasosiasikan kebudayaan hanya dengan kelompok-kelompok sosial yang relatif self sufficient. Oleh karena individu-individu atau peserta didik memiliki berbagai tingkat kompetensi dalam berbagai dialek atau bahasa, maka individu-individu memiliki berbagai tingkat kompetensi dalam sejumlah kebudayaan. Dalam konteks pendidikan multikultural, apabila pendidikan ini dipahami dan diadopsi oleh para penyusun program-program pendidikan multikultural, akan melenyapkan kecenderungan memandang anak didik secara stereotype menurut identitas etnik mereka akan meningkatkan eksplorasi pemahaman yang lebih besar mengenai kesamaan dan perbedaan dikalangan anak didik dari berbagai kelompok etnik.
Ketiga, karena pengembangan kompetensi dalam suatu kebudayaan baru biasanya membutuhkan interaksi intensif dengan orang-orang yang sudah memiliki kompetensi, kita bahkan dapat melihat lebih jelas bahwa upaya-upaya untuk mendukung sekolah-sekolah yang terpisah secara etnik adalah antitesis terhadap tujuan pendidikan multikultural. Mempertahankan dan memperluas solidaritas kelompok etnik adalah menghambat sosialisasi ke dalam kebudayaan baru. Pendidikan bagi pluralisme budaya dan pendidikan multikultural tidak dapat disamakan secara logis.
Keempat, pendidikan multikultural meningkatkan kompetensi dalam beberapa kebudayaan. Kebudayaan mana yang akan diadopsi seseorang pada suatu waktu ditentukan oleh situasinya. Meski jelas berkaitan, kita harus membedakan secara konseptual antara identitas-identitas yang disandang individu dan identitas sosial primer dalam kelompok etnik tertentu.
Kelima, kemungkinan bahwa pendidikan (baik sekolah maupun di luar sekolah) meningkatkan kesadaran mengenal kompetensi dalam beberapa kebudayaan akan menjauhkan kita dari konsep dwi-budaya (bicultural) atau dikotomi antara pribumi dan non-pribumi. Karena dikotomi semacam ini bersifat membatasi kebebasan individu untuk sepenuhnya mengekspresikan diversitas (perbedaan) kebudayaan.
Pendidikan multikultural bertujuan untuk mendedahkan kesadaran akan “multikulturalisme sebagai pengalaman norma manusia”. Kesadaran ini mengandung potensi pendidikan multikultural untuk menghindari dikotomi dan mengembangkan apresiasi yang lebih baik melalui kompetensi kebudayaan yang ada pada anak didik.5
Ada beberapa hal yang bisa didapat dari adanya pembelajaran multikultural, antara lain :
  1. Penerapan pendidikan multikultural sangat penting untuk meminimalisasi dan mencegah terjadinya konflik dibeberapa daerah. Melalui pendidikan yang berbasis multikultural, sikap dan mindset (pemikiran) siswa akan lebih terbuka untuk memahami dan menghargai keberagaman.
  2. Metodologi dan strategi pembelajaran multikultural dengan menggunakan sarana audio visual telah cukup menarik minat belajar anak serta sangat menyenangkan bagi siswa dan guru. Karena, siswa secara sekaligus dapat mendengar, melihat, dan melakukan praktik selama proses pembelajaran berlangsung. Hal ini menjelaskan bahwa pembelajaran multikultural sangat baik untuk diterapkan dalam rangka meningkatkan minat belajar siswa yang lebih tinggi.
  3. Guru-guru dituntut kreatif dan inovatif sehingga mampu mengolah dan menciptakan desain pembelajaran yang sesuai. Termasuk memberikan dan membangkitkan motivasi belajar siswa, serta memperkenalkan dan mengembangkan nilai-nilai dan sikap toleransi, solidaritas, empati, musyawarah, dan egaliter kepada sesama. Para siswa pun bisa menjadi lebih memahami kearifan lokal yang menjadi bagian dari budaya bangsa.
  4. Pendidikan multikultural membantu siswa untuk mengakui ketepatan dari pandangan-pandangan budaya yang beragam, membantu siswa dalam mengembangkan kebanggaan terhadap warisan budaya mereka, menyadarkan siswa bahwa konflik nilai sering menjadi penyebab konflik antar kelompok masyarakat (Savage & Armstrong, 1996)
  5. Pendidikan multikultural diselenggarakan dalam upaya mengembangkan kemampuan siswa dalam memandang kehidupan dari berbagai perspektik budaya yang berbeda dengan budaya yang mereka miliki, dan bersikap positif terhadap perbedaan budaya, ras, dan etnis. (Farris & Cooper, 1994)
  6. Dapat membimbing, membentuk dan mengondisikan siswa agar memiliki mental atau karakteristik terbiasa hidup di tengah-tengah perbedaan yang sangat kompleks, baik perbedaan ideologi, perbedaan sosial, perbedaan ekonomi dan perbedaan agama. Dengan pembelajaran multikultural para lulusan akan dapat memiliki sikap kemandirian dalam menyadari dan menyelesaikan segala problem kehidupannya.
Ada tiga tantangan besar dalam melaksanakan pendidikan multikultural di Indonesia, yaitu :
  1. Agama, suku bangsa dan tradisi
Agama secara aktual merupakan ikatan yang terpenting dalam kehidupan orang Indonesia sebagai suatu bangsa. Bagaimanapun juga hal itu akan menjadi perusak kekuatan masyarakat yang harmonis ketika hal itu digunakan sebagai senjata politik atau fasilitas individu-individu atau kelompok ekonomi. Di dalam kasus ini, agama terkait pada etnis atau tradisi kehidupan dari sebuah masyarakat
Masing-masing individu telah menggunakan prinsip agama untuk menuntun dirinya dalam kehidupan di masyarakat, tetapi tidak berbagi pengertian dari keyakinan agamanya pada pihak lain. Hal ini hanya dapat dilakukan melalui pendidikan multikultural untuk mencapai tujuan dan prinsip seseorang dalam menghargai agama.
  1. Kepercayaan
Unsur Yang penting dalam kehidupan bersama adalah kepercayaan. Dalam masyarakat yang plural selalu memikirkan resiko terhadap berbagai perbedaan. Munculnya resiko dari kecurigaan/ketakutan atau ketidakpercayaan terhadap yang lain dapat juga timbul ketika tidak ada komunikasi di dalam masyarakat/plural’
  1. Toleransi
Toleransi merupakan bentuk tertinggi, bahwa kita dapat mencapai keyakinan. Toleransi dapat menjadi kenyataan ketika kita mengasumsikan adanya perbedaan. Keyakinan adalah sesuatu yang dapat diubah. Sehingga dalam toleransi, tidak harus selalu mempertahankan keyakinan.6




















BAB III
PENUTUP

Kesimpulan :
Multikultural di Indonesia bersifat normatif. Multikultural normatif adalah petunjuk tentang berbagai kepentingan yang membimbing pada pengakuan yang lebih tinggi mengenai kebangsaan dan identitas kelompok yang berbeda di dalam masyarakat. Multikultural normatif di Indonesia pertama kali diamanatkan dalam UUD 1945. Ketentuan dalam UU menyatakan bahwa rakyat dan bangsa Indonesia mencukupi berbagai kelompok etnis. Mereka telah berbagi komitmen dalam membangun bangsa Indonesia.
Di dalam pendidikan multikultural terletak tanggung jawab besar untuk pendidikan nasional. Tanpa pendidikan yang difokuskan pada pengembangan perspektif multikultural dalam kehidupan adalah tidak mungkin untuk menciptakan keberadaan aneka ragam budaya di masa depan dalam masyarakat Indonesia. Multikultural hanya dapat disikapi melalui pendidikan nasional.
Meskipun pendidikan multikultural itu penting di Indonesia sebagai negara yang multikultural, tetapi pola pendidikan di Indonesia belum memakai pendidikan multikultural. Pola pendidikan di Indonesia selama ini memilih cara penyeragaman dengan standar kultural Indonesia yaitu kultur yang dibawa oleh birokrasi yang dikendalikan elit pemerintah yang harus dilaksanakan dan dipatuhinya. Kebijakan pendidikan harus selalu dilegitimasi oleh perundang-undangan yang sudah memiliki kekuatan legal.


















Daftar Pustaka


Mahfud, Choirul. 2006. Pendidikan Multikultural. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset

Munib, Achmad. 2009. Pengantar Ilmu Pendidikan. Semarang : Unnes Press



Http://sunangunungjati.com/blog/?p:10836 diakses tanggal 27 Maret 2012 pukul 20.45 WIB


1 Choirul Mahfud, Pendidikan Multikultural, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset, 2006), hlm. 175-176
2 Ibid., hlm. 184-190
3 Achmad Munib, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Semarang : Unnes Press, 2009), hlm. 97
4 Http://sunangunungjati.com/blog/?p
5 Http://eduquestion-1993.blogspot.com/2011/12/03
6 Http://rezhajack.wordpress.com/2011/05/26

Tidak ada komentar:

Posting Komentar